Rabu, 01 Maret 2017

Tugas Tradisi Sastra Nusantara ACHMAD BASHOFI SASINDO A 2016



PERMAINAN TRADISIONAL ULAR NAGA PANJANG

Sekelompok anak berkumpul dan menentukan 1 anak sebagai penjaga gerbang dan 1 anak dihadapannya sebagai induk ,biasanya mereka menentukannya dengan cara hompimpa ,sisanya secara otomatis berbaris dengan posisi tangan diletakkan diatas pundak temannya didepan dan kemudian berjalan melewati penjaga dan sambil menyanyikan lagu ular naga panjang.

Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang

Jika lagu atau nyanyian itu sudah selesai maka sang penjaga akan menangkap salah satu orang dan orang yang tertangkap haruslah keluar dari barisan.

Adegan diatas adalah permainan tradisional ular naga panjang. Ular Naga Panjang adalah salah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan oleh anak-anak usia 5-12 tahun (TK-SD). Biasa dimainkan di luar rumah di waktu sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan atau pada malam hari.
Pengalaman kami pada masa lalu saat bermain permainan ini pada masa sekarang sudah tidak di pandang sebagai permainan yang begitu menarik. Begitu banyak unsur-unsur nilai yang ada pada permainan ini. 

Mirisnya pendidikan moral pada anak-anak zaman sekarang sudah tidak lagi menjadi prioritas utama. Bahkan anak-anak zaman sekarang lebih sering bercengkraman dengan smartphone canggih dan memainkan segala permainan yang ada di dalam smartphone tersebut ketimbang bermain diluar bersama teman sebaya mereka. Bahkan orang-orang menjadikan hal itu sebagai penafsir, kenapa hal ini terjadi pada anak-anak zaman sekarang? Apakah semua ini salah teknologi?

Di dalam tulisannya Tuan Sutan Takdir Alisjahbana kadang-kadang meniadakan perhubungan zaman yang telah silam dengan zaman sekarang ini. Oleh Tuan Sanusi Pane hal itu diartikan begitu juga. Tapi kadang-kadang Tuan Sutan Takdir Alisjahbana mengakui juga adanya perhubungan atau sambungan itu. Adapun sebetul-betulnya, seperti Tuan Sanusi Pane telah berkata, sambungan itu ada, dan tidak boleh lagi ditiadakan. (MIHARDJA,1998:25)

Anak-anak zaman dahulu lebih sering bermain dengan teman sebaya mereka, banyak hal dan permainan yang mereka mainkan. Mereka juga lebih sering bermain di luar rumah, di lapangan, di sungai maupun di laut. Dengan cara ini secara tidak langsung mereka berinteraksi dan menumbuh kembangkan pemikiran mereka karena lawan interaksinya adalah teman sebaya mereka. Hal ini akan berdampak positif bagi tumbuh psikologis anak tersebut dan kelak dikemudian hari ia dapat berinteraksi dengan masyarakat luas dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh Joko Pinurbo dalam puisinya yang berjudul Masa Kecil yang mengatakan bahwa Masa kecil seperti penjaga malam yang setia. Ia yang membuka dan menutup pintu. (2003:98).

Selaku orang tua, harus lebih bijak untuk menentukan apa yang harus anak-anak lakukan pada masa kecilnya. Emha Ainun Nadjib dalam bukunya yang berjudul “Terus Menerba BUDAYA TANDING” mengatakan bahwa kita (generasi tua, pemerintah, pemimpin-pemimpin masyarakat) masih merupakan ‘orangtua yang konservatif’. Yang kita kehendaki dari anak-anak kita terutama adalah kepatu-han dan ketertiban dalam ukuran-ukuran kita sendiri. Kita kurang memiliki tradisi empati untuk membayangkan dan sampai batas tertentu membiarkan anak-anak kita menjadi diri mereka sendiri. Kita lebih memilih ketaatan disbanding kemerdekaan, padahal mestinya pendidikan atas generasi muda adalah ‘bermain’ di antara keduanya. Kita lebih memilih ketertiban disbanding kreatifitas, atau pembakuan disbanding eksplorasi, padahal mestinya bersama mereka kita ‘bergulat’ di antara keduanya. Sesungguhnya tradisi budaya pendidikan kita diam-diam ‘membunuh’ banyak kemungkinan potensial yang dimiliki (dianugerahkan oleh Tuhan) generasi muda. (1993:54)

Nilai-nilai yang terkandung dari aktifitas berputar-putar, saling berpegangan tangan, dan berdebat dengan orang lain, akan terlihat manfaat permainan ular naga, yaitu:
1.      Semakin mempererat ikatan kita dengan teman
2.      Belajar berbagi dan belajar bagaimana mempertahankan teman kita
3.      Belajar menjadi pemimpin yang baik bagi adik-adik kita, dan
4.      Kebersamaan dan menghargai orang lain tanpa menghiraukan adanya kemenangan atau kekalahan yang diperoleh pada saat bermain.

Filosofi pada permainan ular naga panjang ini dalam kehidupan kita diajarkan untuk mempertahankan apa yang kita miliki, menghargai orang lain, dan menjadi pemimpin yang baik mulai dari memimpin diri sendiri sampai memimpin orang lain. Begitu juga dalam permainan ular naga panjang ini kita diajarkan untuk mempertahankan, menghargai orang lain dan kepemimpinan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan harmonis.

Jadi tradisi-tradisi pada masa lalu tidak boleh serta merta kita lupakan begitu saja. Banyak nilai-nilai moral dan norma-norma kebaikan yang ada di dalamnya. Maka dari itu Rendra berkata “Tradisi bukanlah sesuatu benda mati. Seharusnya ia adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang, sesuai dengan kehidupan. Tradisi diciptakan oleh manusia untuk kepentingan hidup dan bekerja. Tetapi tradisi yang popular dewasa ini adalah tradisi yang kaku untuk dipakai bekerja, tradisi yang diperlakukan oleh masyarakatnya sebagai kasur tua untuk tidur-tidur saja, bermalas-malas menempuh gaya hidup cendawan”.(1971:6)

Samarinda, 1 Maret 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar