PERMAINAN TRADISIONAL ULAR NAGA
PANJANG
Sekelompok anak berkumpul dan menentukan 1 anak
sebagai penjaga gerbang dan 1 anak dihadapannya sebagai induk ,biasanya mereka
menentukannya dengan cara hompimpa ,sisanya secara otomatis berbaris dengan
posisi tangan diletakkan diatas pundak temannya didepan dan kemudian berjalan
melewati penjaga dan sambil menyanyikan lagu ular naga panjang.
Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang
Jika lagu atau nyanyian itu sudah selesai maka sang
penjaga akan menangkap salah satu orang dan orang yang tertangkap haruslah
keluar dari barisan.
Adegan
diatas adalah permainan tradisional ular naga panjang. Ular Naga Panjang
adalah salah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan oleh anak-anak
usia 5-12 tahun (TK-SD). Biasa dimainkan di luar rumah di waktu sore dan malam
hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih
menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan atau pada malam hari.
Pengalaman
kami pada masa lalu saat bermain permainan ini pada masa sekarang sudah tidak
di pandang sebagai permainan yang begitu menarik. Begitu banyak unsur-unsur
nilai yang ada pada permainan ini.
Mirisnya pendidikan moral pada anak-anak zaman
sekarang sudah tidak lagi menjadi prioritas utama. Bahkan anak-anak zaman
sekarang lebih sering bercengkraman dengan smartphone canggih dan memainkan
segala permainan yang ada di dalam smartphone tersebut ketimbang bermain diluar
bersama teman sebaya mereka. Bahkan orang-orang menjadikan hal itu sebagai
penafsir, kenapa hal ini terjadi pada anak-anak zaman sekarang? Apakah semua
ini salah teknologi?
Di
dalam tulisannya Tuan Sutan Takdir Alisjahbana kadang-kadang meniadakan
perhubungan zaman yang telah silam dengan zaman sekarang ini. Oleh Tuan Sanusi
Pane hal itu diartikan begitu juga. Tapi kadang-kadang Tuan Sutan Takdir
Alisjahbana mengakui juga adanya perhubungan atau sambungan itu. Adapun sebetul-betulnya,
seperti Tuan Sanusi Pane telah berkata, sambungan itu ada, dan tidak boleh lagi
ditiadakan. (MIHARDJA,1998:25)
Anak-anak
zaman dahulu lebih sering bermain dengan teman sebaya mereka, banyak hal dan
permainan yang mereka mainkan. Mereka juga lebih sering bermain di luar rumah,
di lapangan, di sungai maupun di laut. Dengan cara ini secara tidak langsung
mereka berinteraksi dan menumbuh kembangkan pemikiran mereka karena lawan
interaksinya adalah teman sebaya mereka. Hal ini akan berdampak positif bagi
tumbuh psikologis anak tersebut dan kelak dikemudian hari ia dapat berinteraksi
dengan masyarakat luas dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh Joko Pinurbo
dalam puisinya yang berjudul Masa Kecil yang mengatakan bahwa Masa kecil seperti penjaga malam yang setia.
Ia yang membuka dan menutup pintu. (2003:98).
Selaku
orang tua, harus lebih bijak untuk menentukan apa yang harus anak-anak lakukan
pada masa kecilnya. Emha Ainun Nadjib dalam bukunya yang berjudul “Terus Menerba BUDAYA TANDING” mengatakan
bahwa kita (generasi tua, pemerintah, pemimpin-pemimpin masyarakat) masih
merupakan ‘orangtua yang konservatif’. Yang kita kehendaki dari anak-anak
kita terutama adalah kepatu-han dan ketertiban dalam ukuran-ukuran kita
sendiri. Kita kurang memiliki tradisi empati untuk membayangkan dan sampai
batas tertentu membiarkan anak-anak kita menjadi diri mereka sendiri. Kita lebih
memilih
ketaatan disbanding kemerdekaan, padahal mestinya pendidikan atas
generasi muda adalah ‘bermain’ di antara keduanya. Kita lebih memilih
ketertiban disbanding kreatifitas, atau pembakuan disbanding eksplorasi, padahal
mestinya bersama mereka kita ‘bergulat’ di antara keduanya. Sesungguhnya tradisi
budaya pendidikan kita diam-diam ‘membunuh’ banyak kemungkinan potensial yang
dimiliki (dianugerahkan oleh Tuhan) generasi muda. (1993:54)
Nilai-nilai
yang terkandung dari aktifitas berputar-putar, saling berpegangan tangan, dan
berdebat dengan orang lain, akan terlihat manfaat permainan ular naga, yaitu:
1. Semakin mempererat ikatan kita dengan teman
2. Belajar berbagi dan belajar bagaimana mempertahankan
teman kita
3. Belajar menjadi pemimpin yang baik bagi adik-adik
kita, dan
4. Kebersamaan dan menghargai orang lain tanpa
menghiraukan adanya kemenangan atau kekalahan yang diperoleh pada saat bermain.
Filosofi
pada permainan ular naga panjang ini dalam kehidupan kita diajarkan untuk
mempertahankan apa yang kita miliki, menghargai orang lain, dan menjadi
pemimpin yang baik mulai dari memimpin diri sendiri sampai memimpin orang lain.
Begitu juga dalam permainan ular naga panjang ini kita diajarkan untuk
mempertahankan, menghargai orang lain dan kepemimpinan untuk mencapai kehidupan
yang selaras dan harmonis.
Jadi
tradisi-tradisi pada masa lalu tidak boleh serta merta kita lupakan begitu
saja. Banyak nilai-nilai moral dan norma-norma kebaikan yang ada di dalamnya. Maka
dari itu Rendra berkata “Tradisi bukanlah sesuatu benda mati. Seharusnya ia
adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang, sesuai dengan kehidupan. Tradisi diciptakan
oleh manusia untuk kepentingan hidup dan bekerja. Tetapi tradisi yang popular dewasa
ini adalah tradisi yang kaku untuk dipakai bekerja, tradisi yang diperlakukan
oleh masyarakatnya sebagai kasur tua untuk tidur-tidur saja, bermalas-malas
menempuh gaya hidup cendawan”.(1971:6)
Samarinda,
1 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar